Kewajiban
perpajakan Wajib Pajak Badan antara lain :
1.
Kewajiban
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak Badan.
Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak) dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan
penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak atau ekspor barang kena
pajak yang terutang PPN berdasarkan UU PPN 1984, maka wajib pajak badan
tersebut memiliki kewajiban untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP).
2.
Kewajiban
untuk menyelenggarakan pembukuan.
Sebagaimana terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan :
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan data & informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan data & informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir.
Pembukuan tersebut harus
diselenggarakan dengan:
a. Memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. Harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan
huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menkeu;
c. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel akrual dan stelsel kas,
d. perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.
d. perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.
Prinsip Taat Asas :
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan
dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran
laba atau rugi. Misalnya dalam penerapan : Stelsel pengakuan penghasilan, Tahun
buku, Metode penilaian persediaan, Metode penyusutan dan amortisasi.
3.
Kewajiban
melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya yaitu:
a. Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);
b. Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas
penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23/26, dan PPh Final); dan
c. Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang
khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jenis-jenis
pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan
sebagai berikut:
a. PPh Pasal
21/Pasal 26
Yaitu PPh yang wajib
dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh.
Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.
Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.
Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal
26 yang harus dilaksanakan, meliputi:
(1)
SPT Masa
PPh Pasal 21/26 pada setiap Masa Pajak
Merupakan pelaporan
atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oleh Wajib Pajak Badan, yang
terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran
kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib
dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang
dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka untuk
PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
(2)
SPT Masa
PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak
Merupakan pelaporan
atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada suatu tahun pajak,
termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi berstatus WP
luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak sebenarnya merupakan
penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember. Bisa jadi, pada SPT
Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya timbul kurang bayar, atau lebih
bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh
Pasal 21 yang terutang).
b.
PPh
Pasal 23
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.
c.
PPh
Pasal 26
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya;
1)
Jika objek
pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah
orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal
21 dan atau Pasal 26;
2)
Jika penerima
penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui
SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.
d.
PPh
Final
Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah. Misalnya, PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.
e.
PPh
Pasal 25
Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya.
f.
PPh
Pasal 29
Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain.
g.
PPN
Yaitu pemungutan pajak
atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi
suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai ketentuan UU yang berlaku.
1.
Kewajiban
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
2.
Kewajiban
membayar dan menyetorkan pajak
3.
Kewajiban
membuat faktur pajak
4.
Kewajiban
melunasi bea materai
5.
Kewajiban
menaati pemeriksaan pajak