SELAMAT DATANG DI PREMIUM SERVICE SeMART LAW FIRM

Kontradiktif Pemidanaan Wajib Pajak


Ketika sanksi pidana pajak mulai diterapkan kepada Wajib Pajak, tampaknya penerapan sanksi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pelaku bisnis.Persoalan pajak (hukum pajak) sebagai bagian dari hukum administrasi negara,sejatinya diselesaikan melalui cara-cara hukum administrasi, bukan hukum pidana. Pendekatan dengan cara pidana, pastinya akan menimbulkan keresahan serius.Namun, keresahan menjadi sedikit terhibur ketika 3 (tiga) orang saksi ahli memberikan pendapatnya dalam sidang lanjutan dugaan penggelapan pajak oleh PT. Asian Agri Group senilai Rp. 1.259.000.000.000,00 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketiga saksi ahli adalah M. Yahya Harahap (ahli Pidana). Philipus M. Hadjon(Ahli Tata Negara dan Administrasi Negara) dan Sunarto (ahli Pajak). YahyaHarahap, yang mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, berpendapat konsep dan asas yang diterapkan dalam hukum pajak Indonesia bahwa kesalahan ataukekeliruan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) yang diatur dalam Pasal 8  jo  Pasal 12 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan – UU KUP sebaiknya diselesaikan secara administrasi yang bermuara ke Pengadilan Pajak.  Begitupun Philipus yang menekankan bahwa tindakan mengimplikasikan sanksi pidana bersifat ultimum remedium.

Tujuan pajak bukan untuk menghukum dan memberi nestapa kepada pelaku, tetapi mengakhiri pelanggaran danmemulihkan keadaan. Sedangkan Sunarto sebagai ahli pajak, lebih menekankan pada kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang bisa menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berkali-kali. Penerbitan bisa dilakukan sebagai upaya penegakan hukum pajak sesuai Undang-undang pajak.

Pendapat ketiga ahli, baik ahli hukum maupun ahli pajak, yang dihadirkan ternyata kecenderungannya lebih memilih pada proses hukum administrasi ketimbang proses hukum pidana. Kecenderungan yang disampaikan para ahli bisa dipahami karena memang hukum pajak merupakan hukum administrasi yang memiliki  jalur hukum administrasi apabila terdapat sengketa antara Wajib Pajak dengan petugas pajak (fiskus). Bahkan, dari sisi lain yaitu sisi penerimaan negara ,dalam sepuluh tahun terakhir sangat jelas terlihat penerimaan pajak amat mendominasi sumber penerimaan negara yang ditampung dalam AnggaranPendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibandingkan sumber penerimaan negara dari sumber migas (minyak dan gas bumi).

Dengan kenaikan sumber penerimaan pajak yang setiap tahun terus meningkat, tentu diperlukan berbagai macam kebijakan yang dipandang perlu untukmerealisasikan penerimaan pajak tersebut. Terkait dengan itu, salah satu proses penegakan hukum di bidang perpajakan juga menjadi perhatian serius yang perlu dikaji, agar tujuan penerimaan pajak tidak terkendala dalam pelaksanaannya. Proses penegakan hukum pajak patut dipahami semua pihak termasuk para penegak hukum agar tidak menjadi kontraproduktif khususnya dalam menunjang penerimaan pajak untuk kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.