Berdasarkan
pengalaman menangani perkara-perkara arbitrase, terdapat beberapa kelebihan
yang sering kali tidak dapat diperoleh saat penyelesaian suatu sengketa
diselesaikan melalui peradilan umum, yaitu:
- Beracara di Arbitrase dari Segi Hukum Acara Lebih Fleksibel Namun Tetap Dalam Koridor Hukum yang Ada
Pada dasarnya prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase, menggunakan hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam Het Herziene
Indonesisch Reglement (“HIR”) dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”).
Namun Majelis Arbiter yang memimpin proses persidangan lebih fleksibel dalam
menentukan agenda persidangan dengan disesuaikan oleh kepentingan para pihak
yang berperkara.
Dalam setiap persidangan Majelis Arbiter tetap
terlebih dahulu mengupayakan terjadinya mediasi antar para pihak. Para pihak
diberikan keleluasaan waktu dalam melakukan mediasi baik di dalam ataupun di
luar persidangan. Sekalipun demikian, proses mediasi tetap dalam pengawasan
Majelis Arbiter agar tidak menjadi berlarut-larut tanpa kepastian penyelesaian.
Pilihan melakukan kaukus sering kali dilakukan oleh Majelis Arbiter untuk
mengetahui gambaran permasalahan secara lebih jelas dari para pihak. Dalam
proses ini, para pihak memiliki keleluasaan utnuk berdiskusi dengan majelis
arbiter, apalagi majelis arbiter sudah membaca seluruh berkas gugatan
(permohonan) dan jawaban.
- Sebelum Proses Persidangan Dimulai Arbiter Telah Memiliki Gambaran Awal atas Permasalahan Yang ada Karena Telah Mempelajari Permohonan dan Jawaban yang Diajukan Para Pihak Terlebih Dahulu
Salah satu kelebihan utama penyelesaian sengketa
melalui arbitrase yaitu perkara yang kita ajukan ditangani oleh arbiter yang
memang memiliki keahlian dan kompetensi dalam bidang usaha yang menjadi pokok
permasalahan dalam perkara tersebut. Dalam Pasal 12 ayat (2) UU Arbitrase
ditentukan salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai seorang arbiter,
yaitu memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling
sedikit 15 tahun.
Dengan demikian dapat dipastikan, arbiter tersebut memiliki
dasar pengetahuan dan pemahaman yang cukup terkait bisnis yang terkait dengan
perkara yang akan ditanganinya. Dalam proses persidangan di BANI akan dipimpin
oleh Majelis Arbiter yang terdiri dari 3 orang arbiter. Baik pihak Pemohon dan
Termohon masing-masing diberikan waktu dan kesempatan untuk menunjuk 1 orang
arbiter yang dipercaya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang
yang cukup mengenai permasalahan yang ada. Sebelum proses persidangan dimulai
pihak Arbiter telah terlebih dahulu mempelajari permasalahan dalam perkara yang
akan ditanganinya dari permohonan dan jawaban yang telah diserahkan para pihak
sebelum sidang pertama. Sehingga pihak arbiter telah memahami permasalahan yang
tengah diperiksanya tidak hanya dari segi hukum namun juga dari segi teknis.
- Peluang Bagi Para Pihak yang Untuk Tetap Menjalin Kerjasama (Bisnis) Setelah Perkara Diputus
Tidak sedikit yang berharap agar penyelesaian melalui
proses arbitrase dapat memberikan jalan keluar terbaik. Dalam pengelaman kami,
walau tidak selalu win win solutionĖ, setidaknya dalam perkara bagi
perusahaan yang memiliki sengketa dengan perusahaan milik pemerintah, dapat
dicapai suatu putusan yang memberikan kepastian hukum ketika timbul dispute
karena perbedaan penafsiran. Hal ini mengingat, tanpa adanya kepastian
penafsiran akan membuat ragu gerak pelaksanaan kerjasama ke depan bagi kedua
belah pihak. Belum lagi kemungkinan adanya hasil audit yang dapat memberikan
sanksi.
Hal tersebut membuktikan, arbitrase merupakan pilihan terbaik bagi para
pelaku bisnis untuk “menyembuhkan” permasalahan yang ada di antara para pihak
dengan tetap mengedepankan hubungan baik untuk kedepannya. Terlebih lagi,
karena sifat dari penyelesiaan arbitrase yang tertutup, kerahasiaan dari
perkara yang berjalan tetap terjaga. Sehingga, para pihak tidak menjadi was-was
terhadappandangan publik, setelah bersengketa kemudian berbisnis kembali.