SELAMAT DATANG DI PREMIUM SERVICE SeMART LAW FIRM

Kesalahan Perhitungan PPh 21

Cara perhitungan PPh 21 karyawan sangat bergantung pada latar belakang subjektif dan objektif karyawan bersangkutan. Seorang Wajib Pajak terikat dengan kondisi subjektif seperti kepemilikan NPWP, status PTKP, jumlah tanggungan, masa kerja, dan sebagainya. Di sisi lain, penghasilan yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan seperti jumlah penghasilan dan jenis penghasilan yang selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi penghasilan teratur atau tidak teratur, merupakan kondisi objektif. Faktor tersebut akan menentukan perhitungan PPh 21, baik setahun maupun disetahunkan.
Masalahnya kemudian, setiap perusahaan memiliki situasinya masing-masing terkait faktor-faktor di atas. Maka dari itu, sangat mungkin timbul kesalahan dalam cara hitung PPh 21. Untuk dapat diketahui, rumus dasar perhitungan PPh 21 adalah sebagai berikut:
– Gaji + Jaminan dari perusahaan (JKK) = penghasilan bruto
– Penghasilan bruto – biaya jabatan & iuran pensiun = penghasilan netto
– Penghasilan netto x 12 – PTKP = PKP x lapis tarif : 12
Inilah beberapa sebab terjadinya kesalahan dalam menghitung PPh 21:
1. Tidak dikeluarkannya bukti potong (tidak dipotong pajaknya).
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karyawan baru mulai dipekerjakan pada tengah tahun. Dimana perhitungan PPh 21 untuk karyawan masuk tengah tahun sedikit berbeda dari karyawan yang masuk pada awal tahun. Kedua, terdapat ketimpangan mapping penghasilan bersifat teratur dan tidak teratur. Pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-16/PJ/2016 Pasal 1 Ayat 15 menjelaskan bahwa Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. 
Sementara Ayat 16 menyebutkan bahwa Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
Banyak perusahaan masih melakukan kesalahan dalam memasukkan upah lembur atau insentif penjualan, sehingga menentukan perhitungan PPh 21.
2. Kesalahan menentukan PTKP dilihat dari status pernikahan atau jumlah anak.
Pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-16/PJ/2016 Pasal 11 Ayat 1 (c), disebutkan bahwa besarnya PTKP per tahun adalah Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Sementara itu, Pasal 3 mengatur tentang besarnya PTKP bagi karyawati sebagai berikut:
1.  Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2.  Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
    PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dengan peraturan ini, maka jumlah tanggungan harus dipastikan terlebih dahulu untuk menentukan PTKP. Kesalahan menghitung jumlah tanggungan akan mempengaruhi PTKP dan berdampak pada PPh 21 yang dibayarkan.
Kesalahan menghitung PPh 21 karyawan dapat berakibat fatal pada perusahaan sebagai pemotong penghasilan, karena dapat dikenai sanksi administrasi pajak. Selain itu, karyawan pun mengalami kerugian diakibatkan kurangnya penghasilan take home pay.
Salah hitung juga dapat menyebabkan perusahaan mengalami kelebihan bayar dikarenakan kesalahpahaman atas pengertian disetahunkan. Sebagai contoh, karyawan berhenti bekerja di tengah tahun, sementara perhitungan pajak sudah berjalan. Dengan demikian, pajak yang dibayarkan menanggung kelebihan dari hitungan saat karyawan sudah keluar dari perusahaan tersebut. Untungnya, jika terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh 21 yang terutang oleh pemotong PPh 21, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh 21. 


Karena risiko-risiko salah perhitungan PPh 21 ini, perusahaan yang sudah terkena Wajib Pajak (WP) dianjurkan untuk menggunakan payroll software yang sudah disesuaikan dengan peraturan pajak Indonesia, terutama yang dapat membantu perusahaan mengeluarkan bukti potong 1721-A1 melalui impor file csv seperti Gadjian. Penggunaan aplikasi gaji yang bisa menghitung PPh 21 online, dapat meminimalisasi kesalahan penghitungan PPh 21. Pembayaran PPh 21 pada waktu yang tepat dan dengan jumlah yang benar tentu akan menghindarkan pengenaan sanksi perpajakan yang tidak perlu.